Tiap kudengar denting
piano, mengingatkanku pada pahitnya perlakuanku saat itu
Tiap kudengar denting
piano, mengingatkanku betapa mirisnya cinta kita yg tak pernah berbalas
Tiap kudengar denting
piano, mengingatkanku betapa bodohnya aku meninggalkanmu
Tiap kudengar denting
piano, mengingatkanku betapa bodohnya aku selama ini tak berani mengungkapkan
isi hati
Dan tiap kudengar
denting piano, mengingatkanku tentangmu……
Aku tak pernah
memiliki nyali untuk berkata iya atau tidak. Aku hanya memiliki ketidakpastian
yang berbuah kepahitan.
Rasanya ingin
kuputar hari itu, saat aku tak memiliki nyali menerima cintamu
Baru kusadari
sekarang, aku masih menyayangimu.
Tak pernah ku
bayangkan bertahun-tahun pun tak cukup untuk menghapus bayangmu di benakku
Bertahun-tahun pun rasanya baru sebentar saat kita
bertemu, tersenyum, tertawa, bahkan saling berkata sayang
Namun lagi2 karna
kebodohanku, aku tak pernah bisa mengabulkan sendiri keinganku. Yaitu untuk
bersama denganmu.
Aku slalu berharap
setidaknya bertemu lagi denganmu, walau aku tau kita takkan pernah bersatu.
Cintamu saat itu
dengan skrg sangatlah berbeda, ya karna aku lagi yg membuat semuanya begini.
Namun cinta selalu
mempertemukan dengan orang yg tepat, cinta selalu mempertemukan rindu.
Badanku dingin,
kringatku mengucur deras, bak badan tertutup salju sulit untuk bergerak kala
aku melihatmu saat itu.
Miris, dulu yg
begitu ceria, tersenyum, saling memandang, kini kita hanya lewat tanpa melihat
mata satu dengan yg lain. Sebegitu dinginnya kah kita?
Aku tak pernah ada
niat untuk kembali merajut semua seperti dulu.
Aku hanya ingin,
kembali merajut persahabatan. Setidaknya, aku tak pernah benar2 merasa
kehilangan dirimu. Aku tak pernah benar2 merasa kau membenciku.
Aku hanya ingin
bersamamu, bersamamu untuk waktu yg lama tanpa ada yg melukai perasaan.
Mampukah?
Komentar
Posting Komentar